DEMI sebuah tanggung jawab dan atas nama cinta pada kerja, selaku upline aku sudah antri dengan manisnya di depan kasir Oriflame Jogja di Ahad pagi itu, di penghujung April 2012. Luar biasa memang. Biasanya kalau order aku pilih servis point DS Motor-Jogja; tinggal order by web, barang akan diantar kurir ke tempatku, aku bayar pada kurir, beres!
Semudah itu. Tak perlu aku menempuh perjalanan jauh naik bus mini antarkota antarprovinsi yang konon banyak copetnya itu. Belum lagi turun dari bis tersebut aku harus jalan kaki lumayan capek ke lokasi kantor Oriflame. Singkat kata, order dengan servis point DS-Motor sungguh cucok bagiku yang berdomisili jauuuhhhh di sebuah desa di pinggiran selatan Jogja. Jadi, kesulitan soal transportasi yang kuhadapi terselesaikan dengan servis Oriflame itu.
Kalau begitu, mengapa hari itu aku bela-belain ngonthel sepeda, lalu ngebis, lalu jalan kaki ke kantor cabang Oriflame (setelah sebelumnya nitipin Adiba, putri mungilku semata wayang, ke tetangga sebelah)? Di Minggu pagi pula?
Hmmm, bukankah di awal tadi telah kukatakan bahwa "demi sebuah tanggung jawab"? Hehehe... iya, aku lagi bantuin donlen yang tinggal di Masohi (Maluku) untuk bayarin orderannya. Dia sih ordernya di Oriflame Makassar; seharusnya pakai servis point DS-Courier Makassar (tentu saja bayarnya harus transfer --> lalu konfirmasi via email --> baru barang dikirim).
Berhubung per April ada aturan baru dan sistem belum fix, maka masih ribet dan sering lama prosesnya kalau order pakai servis point DS-Courier; yang bayarnya melalui transfer. Padahal, donlen sedang butuh cepat. Maklum, orderannya sudah ditunggu konsumen setianya di Masohi sana...hehehe...
Well, MLM itu 'kan bisnis jaringan. Maka sudah semestinya kalau aku membantunya toh? Dan, inilah bijaksananya Oriflame. Order bisa dimana saja, bayar pun bisa di mana saja. Untung selaku upline aku tinggal di wilayah yang ada kantor cabangnya. Jadi, memang sudah kewajibanku untuk membantu.
Begitulah. Risiko urus orderan di penghujung bulan alias jelang TUPO adalah antri. Dan, yang namanya antri tentu saja membosankan. Untuk membunuh bosan itulah aku tamasya mata dan pikiran. Berlagak seorang novelis kenamaan yang sedang observasi untuk mencari model tokoh ceritanya, aku pun mencari orang-orang yang sekiranya "menarik".
Dan, aku pun tertarik pada dua sosok ibu muda. Yang satu bersama anak dan suaminya; yang satu lagi hanya berdua saja dengan anak batitanya (tentu saja yang ini tampak rempong dengan segala atribut batita, komplit dengan susu botol-makanan kecil-mainan); taksiranku si anak berusia kurang dari 2 tahun). Apa sih yang membuatku tertarik?
Begini. Pada ibu yang datang bersama suami dan anaknya aku sungguh merasa iri. Iri dengan kebersamaan mereka sekeluarga. Di sela-sela menikmati liburan minggu, mereka sempatkan untuk mengantar si ibu urus bisnisnya. Yup! Kebersamaan dan kehangatan yang mereka tampakkan itulah yang membuatku terpukau sekaligus terpukul. Di waktu yang sama, di saat aku duduk mengantri di depan kasir Oriflame, di manakah suami dan anak semata wayangku? Apa boleh buat? Kami bertiga tercerai-berai di hari libur itu.
Sementara pada ibu yang kedua, yang datang berdua dengan anak batitanya, aku takjub pada tekatnya untuk setia mengurusi bisnis Oriflame di samping mengurusi batitanya.Yeah, tepatnya aku takjub dan malu padanya. Malu sebab aku sadar bahwa andaikata anakku masih seusia anaknya, tentu aku punya segudang alasan pembenaran untuk "malas" mengurus bisnis Oriflame ini.
Lalu aku teringat kepada para prospek, pending member, serta teman sejaringan, segrup, sebangsa, dan setanah air yang acap kali bilang, "Duuuhhh, aku sibuk kerja Mbak... Mana harus urus dua anak kecil-kecil." Atau, "Repot Mbak, gak ada pembantu di rumah, harus urus anak dan rumah tangga sendiri..." Dan aneka macam alasan lain terkait dengan anak.
Wah, sungguh tidak adil deh anak dijadikan kambing hitam seperti itu. Mestinya anak 'kan dijadikan motivasi, bukan hambatan. Apalagi anak itu merupakan titipan Tuhan, merupakan anugerah. Hayoooo.... betul atau tidak?
Setelah antri sekian lama di depan mas kasir yang manis, akhirnya tiba juga giliranku (yang juga lumayan manis ini) membayar. Usai membayar ya pulang, gak perlu antri lagi buat ambil barang. 'Kan barangnya ada di kantor cabang Makassar? Maka keluarlah aku dengan meninggalkan senyum manis pada si ibu dan balitanya yang masih antri di depan kasir. Tentu saja sambil membawa semangat baru untuk menjalankan bisnis bersama d'BC Network!
#tulisan-ini-buat-ningkatin-semangatku-dan-semangat-para-donlenku-yang-tersebar-dari-Medan-hingga-Papua#
Saluuuttt... Downline adalah amanah ya mbak. Semoga amal mbak dibalas olehNya & dimudahkan bisnisnya. Great!!! :)
BalasHapusiya mbak monic ... statemen downline adalah amanah begitu menempel di benakkuu.... amiiiinnn atas doana...
Hapus